6 Wisata bersejarah dari Kerajaan Galunggung

Dalam tradisi masa silam, Galunggung diangap sebagai sumber ilmu, Karena sejak didirikannya merupakan “Kerajaan Agama”. Menurut fragmen Carita Parahyangan,batas-batas wilayah Galunggung adalah , di sebelah Utara : gunung Sawal, Selatan : Ciwulan, Timur : Pelang Datar. Pada tahun 1152-1157 Masehi, untuk memegang pemerintahan sehari-hari di Kerajaan Galungung, Batari hyang Janapati menobatkan putra nya yaitu Batara Danghiyang Guru Darmawiyasa sebagai pemegang kekuasaan Kerajaan Galunggung. Beliau menjadi raja Galunggung dibawah kekuasaan Kerajaan Galuh yang dipmpin oleh ibunya.

Batara Danghiyang Guru Darmawiyasa mempunyai putra yaitu, DARMAKUSUMA, dan Adimurti. Putra sulungnya yaitu Darmakusuma menikah dengan Ratnawisesa, putri raja Sunda (prabu Menakluhur), sehingga setelah raja sunda tersebut mangkat, Darmakusuma mendapat tahta raja dari mertuanya itu dan dinobatkan menjadi raja Sunda. Dengan dinobatkannya prabu Darmakusuma sebagai Raja Sunda,yang mana beliau adalah keturunan Galunggung, maka dengan otomatis Kerajaan Galuggung menjadi kerajaan Bawahan Kerajaan Sunda.

Prabu Darmakusuma, mempunyai putra bernama DARMASIKSA, putra mahkota ini adalah yang dipersiapkan sebagai penerus kemaharajaan Sunda. Sebelum menjadi penguasa Sunda, Prabu Darmasiksa terlebih dahulu menjadi raja bawahan, yaitu raja di Kerajaan Saunggalah I (sekarang wilayah Kuningan), kemudian beliau memindahkan pusat pemerintahan nya ke wilayah Saungwatang (sekarang wilayah Mangunreja, Tasikmalaya).

Pada masa ini,menurut Pustaka Nusantara II/2, Prabu Guru Darmasiksa pernah memberikan ‘Peupeujeuh”, nasehat kepada cucunya yaitu Raden Wijaya (pendiri majapahit), yang inti dari nasehat tersebut adalah tentang larangan untuk tidak menyerang sunda, karena mereka bersaudara.

Baca Juga : sejarah singkat dan wisata menarik dari kerajaan sunda

Selain dari pada seorang raja, Prabu Guru Darmasiksa juga dikenal sebagai resi guru, tokoh yang kemudian berperan besar dalam mengkompilasi dasar-dasar pandangan hidup/ajaran hidup yang berupa, nasehat dan pitutur yang dituangkan kedalam naskah-naskah tertulis. Naskah-naskah tersebut sampai sekarang masih ada dan tersimpan di perpustakaan nasional dan dikenal dengan nama “AMANAT GALUNGGUNG” atau “ Amanat Prabu Darmasiksa” atau juga dikenal dengan Naskah Ciburuy, karena di wilayah Ciburuy Garut tempat ditemukannya naskah-naskah tersebut.

Naskah ini, terdiri dari 12 halaman, sebanyak 6 lembar menggunakan aksara Sunda dan bahasa Sunda buhun, yang berisi ajaran moral serta etika dan budi pekerti kasundaan. Dalam Naskah ini antara lain menyebutkan bahwa : “KABUYUTAN mesti dipertahankan”. Raja yang tidak bias mempertahankan Kabuyutan di wilayah kekuasaannya, lebih hina daripada kulit lasun (musang) yang tercampak ditempat sampah.

Setelah dinobatkan menjadi Raja Kerajaan Sunda ke-25, Prabu Guru Darmasiksa memberikan tahta kerajaan Saungwatang (di wilayah Mangunreja Tasikmalaya sekarang) kepada putra mahkotanya yaitu Prabu Ragasuci. Lalu Beliau, Prabu Guru Darmasiksa memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Sunda dari Saungwatang ke Pakwan (mungkin wilayah Bogor sekarang)

Galunggung Merupakan Salah Satu Pusat Spiritual Sunda
Catatan sejarah wilayah Galunggung dimulai pada abad ke XII. Di kawasan ini terdapat suatu Rajyamandala (kerajaan bawahan) Galunggung yang berpusat di Rumantak, yang sekarang masuk dalam wilayah Desa Linggawangi, Kecamatan Leuwisari, Tasikmalaya. Galunggung merupakan salah satu pusat spiritual kerajaan Sunda pra Pajajaran, dengan tokoh pimpinannya Batari Hyang pada abad ke-XII. Saat pengaruh Islam menguat, pusat tersebut pindah ke daerah Pamijahan dengan Syeikh Abdul Muhyi (abad ke XVII) sebagai tokoh ulama panutan.

Sumber prasasti Geger Hanjuang yang ditemukan di sana menyebutkan bahwa pada tahun 1033 Saka atau 1111 Masehi, Batari Hyang membuat susuk/ parit pertahanan. Peristiwa nyusuk atau pembuatan parit ini berarti menandai adanya penobatan kekuasaan baru di sana (di wilayah Galunggung).

Sementara naskah Sunda kuno lain adalah Amanat Galunggung yang merupakan kumpulan naskah yang ditemukan di kabuyutan Ciburuy, Garut Selatan berisi petuah–petuah yang disampaikan oleh Rakyan Darmasiksa, penguasa Galunggung pada masa itu kepada anaknya.

Sementara Prabu Jaya Pakuan alias Bujangga Manik, seorang resi Hindu dari Kerajaan Sunda, Pakuan Pajajaran yang telah  melakukan dua kali perjalanan dari Pakuan Pajajaran ke Jawa sempat menuliskan Galunggung dalam catatan perjalanannya. Namun demikian tak banyak informasi mengenai Galunggung yang didapat dari naskah ini.

Sadatang ka Saung Galah, sadiri aing ti inya, Saung Galah kaleu(m)pangan, kapungkur Gunung Galunggung, katukang na Panggarangan,ngalalar na Pada Beunghar, katukang na Pamipiran.

(Sesampai di Saung Galah berangkatlah aku dari sana ditelusuri Saung Galah, Gunung Galunggung di belakang saya, melewati Panggarangan, melalui Pada Beunghar, Pamipiran ada di belakangku.)

Sejarah Lainnya tentang Galunggung

kerajaan di Tatar Pasundan. Tanggal 13 Bhadrapada 1033 Saka atau 21 Agustus 1111 dengan penguasa pertamanya yaitu Batari Hyang, berdasarkan Prasasti Geger Hanjuang yang ditemukan di bukit Geger Hanjuang, Desa Linggawangi, Kecamatan Leuwisari, Tasikmalaya membuka Rajyamandala Galunggung (kerajaan bawahan Galunggung).

Dari Sang Batari inilah mengemuka ajarannya yang dikenal sebagai Sang Hyang Siksakanda ng Karesian. Ajarannya ini masih dijadikan ajaran resmi pada zaman Prabu Siliwangi (1482-1521 M) yang bertahta di Pakuan Pajajaran. Kerajaan Galunggung ini bertahan sampai 6 raja berikutnya yang masih keturunan Batari Hyang. Saat pengaruh Islam menguat, pusat tersebut pindah ke daerah Pamijahan dengan Syekh Abdul Muhyi (abad ke XVII) sebagai tokoh ulama panutan.

Dimulai pada abad ke VII sampai abad ke XII di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Kabupaten Tasikmalaya, diketahui adanya suatu bentuk Pemerintahan Kebataraan dengan pusat pemerintahannya di sekitar Galunggung, dengan kekuasaan mengabisheka raja-raja (dari Kerajaan Galuh) atau dengan kata lain raja baru dianggap syah bila mendapat persetujuan Batara yang bertahta di Galunggung.

Batara atau sesepuh yang memerintah pada masa abad tersebut adalah sang Batara Semplakwaja, Batara Kuncung Putih, Batara Kawindu, Batara Wastuhayu, dan Batari Hyang yang pada masa pemerintahannya mengalami perubahan bentuk dari kebataraan menjadi kerajaan.

Wisata Gunung Galunggung dan sekitarnya
Di kawasan Gunung Galunggung terdapat dua tempat objek wisata , yaitu Danau Kawah dan Pemandian air panas Cipanas. Dari pintu gerbang utama, pengunjung yang ingin ke danau kawah mengambil jalan ke arah kiri. Sedangkan pengunjung yang akan ke Pemandian Cipanas mengambil jalan ke arah kanan.


Untuk menikmati pemandangan kawah Gunung Galunggung pengunjung harus mendaki menapaki anak tangga yang berjumlah 620 anak tangga.Dari sana pengunjung dapat mencapai dasar kawah dengan menuruni jalan setapak sekitar 100 meter.

Di dasar kawahnya, pengunjung dapat menikmati hamparan luas danau beserta alamnya yang eksotik, memancing aneka jenis ikan air tawar Danau Kawah. Namun demikian Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) atau Volcanological Survey of Indonesia (VSI) tidak merekomendasikan pengunjung untuk mandi, berenang ataupun bersampan di danau kawah.

Selain itu juga terdapat sungai dari resapan Danau Kawah, gua, terowongan air menuju Sungai Cibanjaran dan Cikunir, serta masjid kecil yang terletak di sisi seberang kawah. Pada malam hari dari bibir kawahnya, saat cuaca cerah pengunjung dapat melihat keindahan gemerlap lampu-lampu Kota Tasikmalaya dan sekitarnya.

Bila anda lelah sehabis menaiki tangga Galunggung, sekitar 3 kilometer dari kawah, menuju ke bawah, tidak begitu jauh dari pintu gerbang terdapat lokasi pemandian air panas Cipanas dan dapat dicapai dengan berjalan kaki. Di kawasan ini terdapat kolam renang, kamar mandi, dan bak rendam air panas. Selain itu, bila masih ada waktu, pengunjung juga dapat berjalan kaki menuju air terjun yang terletak tak jauh dari situ.

Selain Danau Kawah dan Pemandian Cipanas, di kawasan tersebut juga terdapat wanawisata (wisata hutan) yang memiliki areal sekitar 120 hektar yang dikelola pihak Perhutani. Kawasan ini berhawa sejuk, udaranya segar, dan teduh, sehingga cocok sekali dijadikan tempat untuk bersantai bersama keluarga atau berkemah.

Selain objek wisata Danau Kawah Galunggung dan pemandian air panas, bila masih ada waktu, maka tidak ada salahnya daam perjalanan pulang, singgah ke objek wisata Situ Gede atau Situ Ageng sebutan masyarakat setempat. Situ Gede adalah sebuah danau dengan luas sekitar 47 hektare. Danau ini terletak sekitar 5 kilometer dari Kota Tasikmalaya.

Ditengah-tengah danau terdapat sebuah pulau seluas kurang lebih 1 hektar. Di pulau tersebut terdapat makam keramat Eyang Prabudilaya seorang tokoh legenda masyarakat Tasikmalaya. Di Situ Gede masyarakat dapat menikmati danau yang indah dan tenang dengan latar belakang Gunung Galunggung di kejauhan. Selain itu pengunjung dapat bersantai mengelilingi danau dengan rakit yang banyak disewakan disana.

Demikianlah Sejarah Singkat Tentang Kerajaan Galunggung yang diangap sebagai sumber ilmu, yang pada waktu itu mungkin tidak terlalu berpengaruh seperti kerajaan - kerajaan lainnya namun namanya begitu terkenal. apalagi sejak peristiwa gunung meletus selama 9 bulan lamanya dan dikabarkan kepulan asapnya mencapai

Sumber; Wikipedia, wisatabanjar,

0 Response to "6 Wisata bersejarah dari Kerajaan Galunggung"

Posting Komentar

Selamat datang dan Semoga bermanfaat !!!